Navigation List

KENAPA SAYA MAMPU MEMBACA BEGITU BANYAK BUKU? (RATUSAN BUKU PERTAHUN)


KENAPA SAYA MAMPU MEMBACA BEGITU BANYAK BUKU?

KENAPA SAYA MAMPU MEMBACA BEGITU BANYAK BUKU? (RATUSAN BUKU PERTAHUN!).
dan...
GIMANA CARANYA BIAR GAK KECANDUAN MEDSOS/GAME?

# gak baca sampai selesai = rugi 😝)


Dalam 3 hari terakhir, saya menamatkan 3 buah buku yang masing-masing berisi sebanyak 300-an lembar.

Sepanjang tahun 2020 ini, saya telah membaca puluhan buku (kini hampir seratus), seperti jumlah di tahun-tahun sebelumnya juga.
Bisa dibilang baca buku sudah termasuk ke dalam habit (kebiasaan) saya.


Tapi, kenapa saya punya habit ini? Apa saya gak punya kerjaan lain? Apakah saya tidak terdistraksi sama aktivitas lain yang lebih asik seperti main HP? Kalau ingin punya habit yang sama, gimana sih caranya?


Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya akan menjelaskan "hukum kebiasaan" (the law of habit) yang saya rangkum dari berbagai sumber :


  1. Habit TIDAK bisa dihapus, habit cuma BISA diganti dengan habit lain.
  2. Habit mengikuti prinsip "cue - rewards - routine" yang pernah saya jelaskan panjang lebar di review buku "The Power of Habit" di postingan sebelumnya.
  3. Yang bisa menentukan kuat lemahnya habit adalah friction (hambatan) untuk melakukan habit tersebut.
  4. Kita selalu memilih opsi habit yang paling menyenangkan dan paling mudah (short term thinking lebih sering menang daripada long term thinking).
  5. Ada perusahaan-perusahaan modern yang memang sengaja mengontrol habit kita, dan mereka berusaha sangat keras, mencurahkan dana yang sangat banyak.

Mari kita breakdown satu persatu.
😊😊😊😊😊😊

Saya TIDAK berbeda dengan orang lain.
Saya sama-sama punya waktu 24 jam dalam sehari, dan satu jamnya sama-sama berisi 60 menit.
Saya juga TIDAK menganggur. 😅

Selain belajar/kuliah pagi sampai petang, ada tugas 3 organisasi aktif, 2 kepanitiaan berjalan, dan pekerjaan domestik yang perlu saya selesaikan tiap harinya.
Saya juga punya akun medsos dengan setengah juta followers di mana saya bertanggung jawab pada followers untuk menyediakan konten 😅 dan akun ini juga rutin menerima banyaaak sekali pesan hampir tiap waktu---yang mau tidak mau perlu saya balas juga.
(dan maaaaf sekali, masih banyak yang belum terbalas! Semoga Anda memaafkan saya. 🙏 Kalau mendesak, mohon kirim ulang yaaa 🙏).


Secara objektif, saya sibuk. Namun itulah poinnya.
Menurut pengalaman saya, orang yang sibuk justru menggunakan waktunya secara lebih efektif daripada orang yang punya banyak waktu luang.


Paradoksnya di sini adalah:
beri orang sibuk suatu tugas atau pekerjaan, dan peluang dia untuk menyelesaikannya secara benar dan tepat waktu, justru lebih tinggi daripada ketika tugas yang sama dilimpahkan pada orang nganggur.
Gak percaya? Ya gakpapa. 😅
("Percaya sih, Fi. Terus kenapa kok gitu?"

Penjelasannya terkait dengan mental state, orang yang ter-"occupied", akan cenderung lebih "alert" di sehari-harinya. Mental state itu diperlukan agar bisa mengerjakan tugas secara lebih maksimal. Beda dengan orang nganggur).


👉👉👉 Lalu, sebenarnya bagaimana saya menjalani habit saya?


BERDASARKAN 5 PRINSIP DI ATAS :

PERTAMA,

Waktu sebanyak 5 atau 10 menit saat makan atau saat pup di kamar mandi, saya memanfaatkannyacuntuk baca buku. Walaupun cuma 10 menit, tapi ini sangat efektif.
Berapa banyak sela-sela waktu yang kita miliki dalam keseharian kita, kalau semua dikumpulkan? Misal saat nunggu antrian, di perjalanan, nunggu air mendidih, dst. Ini namanya prinsip "atomic habit".


KEDUA,

Ketika ada waktu luang, saya menggunakannya sesuai perencanaan awal. Saya tidak menggunakannya untuk scroll sosmed tanpa tujuan, main game, atau nonton porn 😂 (hayo, ngaku deh kalian!)

Bro, saya bahkan mematikan notifikasi dari SEMUA medsos saya lho (kecuali WA), sehingga TIDAK ada notifikasi dari medsos² itu yang muncul di HP saya.

Saya juga menggunakan aplikasi yang bisa melacak berapa jam saya memakai HP, kemudian aplikasi tersebut akan langsung mengunci otomatis HP saya ketika periode waktu itu sudah terlampaui.


KETIGA,

Saya selalu punya to-do list (rencana-rencana kegiatan harian), DICATAT rapi, dan saya sangat tegas ketika menjalankan itu.

Misal, ketika jam 12 saya harus mencuci baju, kemudian mandi, saya memandang tugas itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dinegosiasi.

Saya tidak memberi opsi pada diri saya, "hmm setelah ini enaknya ngapain ya?". Karena memang saya TAU mau ngapain. Tiap jam, ada alokasi kegiatannya sendiri.


Kalau saya masih gamang, atau gak yakin mau ngapain, artinya sama saja saya memberi celah/opsi bagi aktivitas lain untuk menggantikan.

Maksudnya, ya jelas dong saya akan lebih memilih fesbukan atau nonton YouTube, daripada mencuci baju! Jelas banget itu. 😂

Nah, saya baru menggunakan sisa waktu saya untuk main sosmed, chattingan, dll setelah rangkaian to-do list tersebut terpenuhi.

Saya juga memberi tahu ibu saya soal to-do list saya, dan saya meminta beliau untuk memarahi jika saya melanggar.


KEEMPAT,

Saya meletakkan HP saya di tempat yang tidak kelihatan oleh pandangan mata (ingatlah kembali prinsip "cue - routines - rewards"), sehingga saya tidak otomatis meraih HP saya ketika bosan cuma buat ngecek-ngecek pesan atau nge-refresh postingan orang, padahal juga gak ada apa-apa, dan tiba-tiba tanpa terasa udah 3 jam saya membuang waktu di sana.


KELIMA,

Saya memberikan friction (hambatan) seminimal mungkin untuk baca buku atau kerja, namun memberi friction semaksimal mungkin untuk mainan HP.

Misal, saya menyiapkan buku saya di meja, terbuka, jadi selalu kepikiran "oiya saya mau baca" dan langsung gampang banget untuk menjangkaunya.

Sedangkan kalau mau main HP, saya harus buka password yang rumit lah, harus keluarin dari dalam tas lah, harus nyalain device wifi eksternal dulu lah, dst dst. Intinya saya bikin situasi di mana ada banyak hambatan ketika mau main HP, sedangkan sesedikit mungkin hambatan ketika mau baca buku.


KEENAM,

Perusahaan smartphone, perusahaan medsos, dan perusahaan game memang menggelontorkan jutaan dollar serta energi yang sangat banyak, cuma untuk membangun sesuatu yang bisa membuat penggunanya kecanduan (addicted).

Tanpa ada pengguna yang kecanduan terhadap teknologi mereka, mereka bisa bangkrut. Semakin kita kecanduan, profit yang didapatkan semakin gede pula. Mereka gak peduli, bahkan kalau mereka sudah menghancurkan hidup orang-orang, yang secara tidak langsung sudah mereka bikin "kecanduan".


Tentang prinsip-prinsip psikologi dan rahasia yang perusahaan-perusahaan tersebut gunakan agar usernya kecanduan, saya telah membacanya tuntas di buku bagus berjudul "Hooked", dan doakan saya segera mood untuk mereview-nya!
😉😉😉


Oh iya, habit itu seperti otot. Harus dilatih! Habit MUSTAHIL TERBENTUK cuma dari baca status fesbuk.

Pengetahuan bukan untuk ditimbun, tapi dipraktikkan!


Selamat malam,
Semoga makin produktif. 
Salam dari saya penganut psikologi behavorisme. 😄
Stay home and stay sane. Xx.

Ditulis oleh :- sa Firda Inayah
#AfiPsikologi

0 Response to "KENAPA SAYA MAMPU MEMBACA BEGITU BANYAK BUKU? (RATUSAN BUKU PERTAHUN)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel